Passionate Living (?)

“Kamu mah enak, udah tau apa yang kamu suka, mau ngapain sama hidup kamu. dan sekarang ngejalanin passion kamu”

Gak cuma sekali aku mendengar komentar begini kepadaku, bahkan akhir-akhir ini jadi sering karena hal-hal yang terjadi. Syukur Alhamdulillah aku bisa sampe di titik ini. Tetapi, sungguh perjalanan sampe ke sini gak mudah dan tentu saja perjuangan ke depan gak jadi lebih mudah.

Bicara soal passion, dulu aku termasuk orang yang sangat mengagung-agungkan passion. Pokoknya aku mau hidup sesuai passion-ku. mungkin aku terpengaruh dengan jargon ‘living your passion’ atau ‘living your purpose’ yang sangat ramai berseliweran pada masa itu. Maka, berbekal niat (baca: kenekatan dan kesoktauan) untuk menjalani hidup yang kumau itulah aku mengarungi perjalanan hidupku yang seperti sekarang.

Tetapi, kalau ditanya “dulu aku tau dari mana apa yang aku mau? apakah aku langsung tau?. Jawabannya: Nggak. Aku gak tau. Aku gak langsung tau. Sampe sekarang pun aku gak bener-bener tau.

Perjalananku ini pada dasarnya berangkat dari secuil pengetahuan aku atas apa yang aku tidak suka dan apa yang aku tidak mau. Misal (dulu) aku tidak suka kerja kantoran, aku tidak mau kerja yang menuntutku untuk lembur, aku (sampai sekarang) tidak mau kerja di tempat yang memaksaku melanggar idealisme dan prinsip hidupku, dll.

Maka ketika aku dihadapkan dengan berbagai pilihan, aku memulainya dengan mengeliminasi pilihan-pilihan yang mendukung ketidakmauan dan ketidaksukaanku itu. Tetapi, tentu hidup tidak serta-merta ideal. Ada masanya aku tidak punya pilihan. Ada masanya malah juga aku memilih untuk mencoba sesuatu yang kupikir aku tidak suka — untuk ‘menantang’ ketidaksukaan aku itu — apakah aku tidak suka hanya berdasarkan emosi & asumsi, atau berdasarkan logika yang valid. Contohnya ketika aku mencoba bekerja kantoran. Aku dulu bilang ke diriku sendiri: “aku harus beneran cobain dulu baru beneran bilang gak suka”. Bisa jadi jangan-jangan sebelumnya aku gak mau kerja kantoran karena mau antimainstream aja (emosional), atau karena aku merasa kerja kantoran tidak fulfiling (asumsi), atau karena memang untuk mencapai goal yang aku mau bukan melalui bekerja di perusahaan multinasional itu (logika yang valid). Dan ternyata setelah aku menjalaninya — walau tentu ada bias dari preferensi sebelumnya — aku memang gak suka kerja kantoran. Atau at least, aku gak suka kerja kantoran seperti yang waktu itu.

Lalu apakah perjalananku menghindari apa-apa yang aku tidak suka dan tidak mau itu telah mengantarkanku pada pemahaman dan kehidupan yang kusukai?

Jawabannya: ya. Tetapi, lagi-lagi ini bukan perjalanan yang singkat dan mudah. Malah sepertinya lumayan berdarah-darah. Dan yang mungkin perlu disadari dan diingat adalah bahwa yang namanya hidup gak selalu manis dan berpelangi. Menjalani hidup yang didasari dengan mimpi sepertinya buatku butuh usaha ekstra keras untuk tetap menghidupi mimpi itu, untuk tetap menyalakan cahayanya, untuk tidak kehilangan percikannya lalu kemudian malah jadi membencinya. Ada banyak orang yang kehilangan passion-nya ketika menjalani hobinya sebagai sumber penghidupan. Ada juga yang memilih untuk membiarkan kesenangannya menjadi sekadar angan-angan agar tetap indah seperti dalam bayangan.

Aku rasa rumus mencapai dan menjalani hidup sesuatu passion atau purpose gak secara general bisa berlaku ke semua orang. karena hal ini mengantarkan pada kondisi yang berikutnya, yaitu:

“Kamu sih enak ca, punya pilihan”

Aku mengakui bahwa aku diberikan berkat dan nikmat dari-Nya berupa kesempatan atau (yang akhir-akhir ini juga ramai dibicarakan) privilese untuk menjalani hidup sesuai pilihanku. Memilih kehidupan seperti apa yang aku ingin jalani dan mengusahakan untuk mendapatkan jalannya. Aku sangat mensyukuri hal ini. dan baru dewasa ini aku menyadari bahwa kesempatan yang aku miliki ini merupakan sebuah kemewahan, yang mungkin banyak orang yang gak punya. Aku diberi kesempatan untuk mengambil gap year setelah lulus S1, aku dimampukan untuk mengambil gap year kembali setahun ke belakang dengan berbagai tanggung jawab yang kumiliki (terhadap keluarga).

Siapa yang memberi? Siapa yang memampukan? Dia Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, melalui support system di sekitarku (baca: keluarga).

Mari disadari dan diingat, banyak di luar sana yang bekerja karena tidak punya pilihan, bekerja tanpa pilihan, tidak bekerja karena tidak punya pilihan atau bahkan memiliki keterbatasan — gak banyak orang yang punya kesempatan atau kemewahan untuk mikirin “apa sih sebenernya yang aku suka?”. Terutama di Indonesia ini, ketika hidup kita gak serta-merta dibiayai negara seperti di benua biru sana yang kalo penggangguran malah disubsidi negara. Di negara ini, pertanyaan seperti di atas gak banyak (bisa) diajukan. Bahkan pernah ada yang bilang, itu pertanyaannya ‘orang kaya’.

Jadi ketika ada yang ‘mengeluh’ ke aku, atau ketika aku sendiri ‘mengeluh’, karena di umur segini (baca: menginjak kepala tiga) belum tau apa yang dimau, maka harus pintar-pintar mengingat bahwa kegalauan ini adalah sebuah kemewahan yang perlu disyukuri sebelum ditangisi.

Tetapi, tentu saja bukan berarti pertanyaan tersebut jadi gak valid dan gak penting karena muncul dari sebuah privilese. Poinnya adalah: ketika kita punya kesempatan untuk memikirkan pertanyaan itu, punya waktu untuk mencari jawabannya, jalanilah perjalanannya dengan penuh syukur dan sukacita. bahwa kesempatan, waktu, energi, dan kemampuan untuk memikirkan pertanyaan tersebut harus diisi dengan seproduktif mungkin — produktif mencari jawaban, produktif mengisi jiwa, produktif yang bertanggung jawab akan tuntutan kehidupan, produktif yang memberi manfaat. karena, hal ini berhubungan dengan poin selanjutnya, yaitu:

Ketika pada satu titik di kehidupanku juga aku menyadari bahwa sebenarnya kita punya pilihan untuk (belajar) “menyukai apa yang kita jalani”. Boleh jadi kita menemukan apa yang kita suka dari apa yang kita jalani dengan suka cita dan sungguh-sungguh. Karena hidup yang begitu tidak sempurna ini tentunya gak bisa selalu mengantarkan kita kepada jalur yang benar-benar kita sukai atau cintai. (ping back to this post).

Di titik itulah aku mengubah pola pikirku tentang hidup sesuai passion menjadi hidup yang passionate.

Ketika semua hal yang terjadi, enak gak enak, baik buruk, aku berusaha yakini bahwa memang seperti itulah perjalanan yang harus aku lalui untuk menjadi (becoming). Di titik itu aku belajar, jika pada sebuah fase kehidupan yang gak nyaman (apakah karena belum sesuai passion, apakah karena belum ketemu passion, etc.) dan si ketidaknyamanannya itu masih 1) bisa ditoleransi dan disiasati, 2) gak melanggar prinsip (dua poin penting), maka aku mengingatkan diri sendiri untuk senantiasa berusaha untuk selalu bisa mengambil hikmah dan pelajaran, menjalani semuanya dengan sebaik-baiknya penuh nikmat, dan menyadari dengan kesadaran yang penuh tentang “boleh jadi kamu menyukai sesuatu tapi sesuatu itu tidak baik untukmu, dan vice versa”.

Kalo memang sekarang lagi dalam posisi gak nyaman, nikmati sambil terus mencari. Gak ada yang tau bahwa fase gak enak yang aku keluhkan selama beberapa tahun kemarin ternyata memberikan bekal yang sangat berguna untuk aku di hari ini.

Kalau sekarang lagi dalam posisi gak ngerti hidup mau dibawa ke mana, nikmati sambil terus mengambil hikmah. Gak ada yang tau bingung-bingung aku kemarin, mengantarkan aku pada pemahaman yang lebih mendalam, yang gak pernah aku kira sebelumnya, tentang diriku, tentang makna hidup ini, dan tentang Dia — Yang Maha Mengetahui Apa yang di Langit dan di Bumi.

Karena aku (pada akhirnya) percaya, petunjuk akan datang kepada mereka yang mencarinya, menerimanya, menjalaninya dengan pikiran yang terbuka, hati yang ikhlas dan lapang.

Jadi, buatku sekarang..

Instead of trying so hard to live in my passion, i’m trying my best to live passionately.

Advertisement

One thought on “Passionate Living (?)

  1. Pingback: Mengapa Aku Terus Melanjutkan Studi? (Part 2) – Slice of Life

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s