PhD Application – The First Thing

Pertama kali aku mulai muncul niat dan aksi daftar-daftar S3 itu sebenarnya dimulai sejak tahun 2017. Waktu itu aku baru satu tahun bekerja sebagai dosen. Kebutuhan dan keinginan untuk sekolah lagi langsung muncul sejak awal karierku. Tentu, proses aplikasi yang kulakukan saat itu tidak serius-serius banget karena disambi bekerja dan tanggung jawab lainnya. Namun, bisa dibilang aplikasi di tahun 2017 cukup lumayan pencapaiannya. Aku sempat dipanggil interview sebanyak dua kali, padahal aku mungkin hanya submit kurang dari 10 aplikasi. Proses interview di tahun 2017 itu bisa dibilang kayak try-out buat aku untuk proses aplikasi yang sebenarnya dan lebih serius di kemudian hari. Aku jadi belajar bahwa proses gak bisa membohongi hasil. Sebab, di salah satu interview pada tahun 2017 itulah aku menyadari bahwa untuk lanjut sekolah S3 aku gak boleh main-main, asal pilih sekolah dan bidang, dan harus benar-benar meluruskan niat bahkan sejak pertama kali mendaftar. Karena kalau kita cuma daftar dengan dasar minat dan coba-coba, akan sangat terlihat saat interview. Kalaupun nggak mungkin akan kerasa waktu sudah menjalani proses studi (kecuali anda pintar sekali wow Einstein. Kebetulan aku bukan).

Saat itu, aku daftar salah satu vakansi yang terkait dengan bidang Ekonomi (which I hate and do not understand), hanya karena aku tertarik dengan topiknya: Energi. Ya ternyata minat saja tidak cukup, harus disertai dengan kemampuan. Panggilan interview yang kedua adalah posisi untuk bidang Transportation Engineering (di Department Civil Engineering), yang aku pikir aku tau dan paham karena pernah ambil Mata Kuliah Pilihan Sistem Transportasi. Ternyata jauh berbeda.

Hal lain yang harus dipikirkan juga ketika kita mau lanjut sekolah doktoral karena ke depannya mau jadi dosen atau sudah menjadi dosen, adalah linearitas bidang. Sistem di pendidikan tinggi di Indonesia masih mensyaratkan seorang dosen untuk punya bidang keahlian yang linear. Akan jadi sulit (walau bukan mustahil) untuk dosen di Indonesia berkembang kalau latar belakang bidang keahliannya lompat sana-sini. Kalaupun mau eksplorasi, kalau bisa nggak belok-belok banget.

Satu hal lagi yang harus diperhatiin kalau cari PhD vacancy adalah jenis titel yang diberikan. Apakah studi doktoralnya untuk PhD atau PD.Eng. PD.Eng adalah skema studi doktoralyang ditujukan untuk mengerjakan project dari company. Lama studinya juga lebih pendek dari PhD, biasanya hanya 2 tahun. Secara akademik, titel PD.Eng gak bisa dipakai atau gak diakui sebagai degree untuk daftar jadi dosen. Karena PD.Eng itu studi doktoral jalur profesional. Jadi mesti hati-hati kalau misalnya ada kepikiran mau jadi dosen di kemudian hari.

Tahun 2018 aku totally off dari proses daftar-daftar karena beban kerja yang gak masuk akal serta aku lumayan trauma dengan pengalaman interview di tahun 2017 itu. Beneran ngerasa kalau mau daftar PhD aku harus siapin dengan bener dan ngeluangin waktu dengan serius.

Akhirnya sewaktu aku ambil unpaid leave di tahun 2019, aku mulai fokus daftar-daftar lagi sambil menaikkan value diri dengan ngambil banyak online course. Waktu itu online course yang diambil ya lagi-lagi tentang Data Science, Programming, bahkan aku ngambil Basics OR dari MIT (yang mana sama sekali tidak basic uhu!).

Jujur aja waktu tahun 2019 itu walau waktuku bisa dibilang lowong karena aku cuti, tapi tetep aja aku gak daftar banyak lowongan. Karena aku kepingin daftar yang aku emang yakin aku lumayan bisa jawab pas interview dan lumayan bisa ngejalanin kalo nantinya keterima. Kira-kira aku daftar 15 lowongan mungkin ya selama tahun 2019. Bisa dibilang sedikit untuk kurun waktu 6 bulan.

Mencari lowongan posisi doktoral di berbagai kampus sebenarnya sama seperti mencari pekerjaan. Yang biasa aku lakukan adalah aku searching keywords “PhD vacancy in X university”. Biasanya untuk universitas di Eropa Barat akan muncul halaman job vacancy di universitas tersebut. Dari situ kita bisa dig-in apakah ada lowongan yang sesuai dengan minat dan latar belakang kita.

Contoh lowongan PhD di salah satu universitas di Belanda (https://www.utwente.nl/en/organisation/careers/?offerfamily=1339646&offerprofile=1339747)

Dari informasi yang kudapatkan, biasanya lowongan di kampus-kampus khususnya Eropa Barat di-update setiap hari Selasa dan Kamis. Jadi biasanya aku refresh page setiap hari Jumat biar sekalian. Yang kulakukan adalah aku bookmark laman vacancy berbagai universitas yang aku sasar, aku juga subscribe mailing-list dari website academic vacancy (bisa dicari untuk masing-masing negara tujuan), dan tentu saja cerita ke teman-teman kalau aku lagi daftar-daftar S3. Tujuannya adalah supaya kalau teman kita nemu lowongan bisa dikasih tau ke kita. Cerita tentang proses ke orang lain itu penting buatku karena dengan bercerita aku jadi minta doa dan tentu saja semakin banyak tangan yang bekerja insyaAllah hasilnya bisa lebih maksimal.

Beberapa persyaratan umum untuk mendaftar lowongan PhD position, di antaranya:

  • Motivation letter atau cover letter (we’ll talk about that in a bit)
  • Letters of Recommendation atau contact of recommendations. Saranku, pastikan bahwa orang yang kita pilih untuk memberikan rekomendasi terkait aplikasi S3 kita adalah: orang yang cukup senior dan terpercaya di bidangnya dan orang yang pernah punya pengalaman riset sama kita.
  • Ijazah & Transkrip akademik (yang sudah ditranslasi tentu saja). Kalau bisa siapkan juga dokumen yang berisi deskripsi mata kuliah yang kita ikuti. Hal ini penting untuk tau kita udah pernah belajar apa aja, selain itu juga penting kalau kita juga harus jadi TA selama proses studi doktoral
  • Persyaratan bahasa (TOEFL/IELTS). Tapi, pengalamanku hal ini bisa menyusul pada saat proses pendaftaran administrasi formal.

Dari cari-cari vacancy biasanya kalau aku ketemu yang cocok dan menarik, aku baca research topiknya dan persyaratan aplikasinya. Setelah itu, kiranya topiknya masih menarik dan persyaratannya doable, aku dig in dengan membuka research page dari calon supervisor/professor. Biasanya aku kasih waktu 3 hari sampai 1 minggu untuk mempelajari topik tersebut serta former publications dari sang calon supervisor. Karena dari situ kita bisa sambil menjawab beberapa pertanyaan:

  • Apakah aku akan cocok dengan supervisor ini (dari segi minat, pola pikir, approach dalam menyelesaikan masalah)
  • Apakah topik ini memunculkan curiosity di aku
  • Apakah kiranya aku mampu bekerja dengan hal tersebut untuk beberapa tahun ke depan

Karena proses first research inilah aku gak pernah apply vacancy yang deadline-nya mepet. Setelah aku baca-baca itu semua, aku bisa coba otak-atik cover letter atau application letter-ku sehingga lebih sesuai dengan lowongan tersebut. Tujuannya juga adalah supaya sang calon supervisor tau kalau aku pelajari lho lowongan ini, lowongan ini cocok lho sama minat dan skillset juga, aku kebayang lho kira-kira mau ngerjain apa, dsb. Sehingga untuk masing-masing aplikasi, aku selalu customized cover letter-ku. Apalagi kalau di persyaratannya meminta kita untuk membuat research proposal, tentu saja proses banyak membaca ini adalah sebuah keharusan.

Biasanya, lowongan PhD position seperti ini memang gak minta kita bikin research proposal. Research proposal biasanya dibutuhkan kalau kita apply PhD position yang bukan lowongan. Artinya kita approach sendiri sang supervisor lalu kita bilang “hello prof aku tertarik deh sama research profile-mu, ini research profile & direction-ku gimana kira-kira cocok gak? Kira-kira bisa gak aku jadi doctoral student-mu?”. Kurang lebih seperti itu. Untuk PhD position yang disediakan lowongannya dari universitas, research proposal akan diminta pada saat proses administrasi pendaftaran secara formal ketika kita sudah dapat lampu hijau dari calon supervisor.

Hal-hal yang aku rasa penting untuk ditunjukkan di cover letter aplikasi doktoral adalah:

  • Latar belakang akademik dan pengalaman riset. Ingat, kita mau daftar posisi akademik yang kerjaannya setiap hari adalah riset. Jadi yang diceritakan tentu saja pengalaman riset. Tentang apa, sejauh apa keterlibatan kita, approach apa yang kita gunakan, tantangan apa yang dihadapi,
  • Kalau kita punya banyak pengalaman riset, cukup ceritakan pengalaman yang terkait dengan posisi yang kita apply. Pengalaman riset lain yang kurang relevan cukup ditaro di CV,
  • Alasan kita tertarik untuk lanjut sekolah doktoral. Hal ini penting karena studi doktoral adalah perkara self-motivation. Jadi kita harus tau dulu apa sih drive dan motivation kita. Apakah hal tersebut akan cukup kuat untuk membuat kita terus jalan dan berusaha selama bertahun-tahun ke depan
  • Alasan kita tertarik untuk ambil topik itu. Makanya penting untuk baca topiknya sedetail mungkin, baca research dari calon supervisor, bahkan aku sering going extra miles dengan mencari tau perkembangan studi di bidang tersebut. Aku baca beberapa papers, articles, dan projects yang bisa kutemukan.

Untuk yang sudah pernah daftar-daftar graduate study pasti merasakan bahwa proses menulis motivation letter ini jika dilakukan dengan serius dan jujur adalah proses menemukan jati diri. Memahami alasan kita mau melakukan ini. Mencari alasan yang sebenarnya dan mengimani itu.

Aku rasa hal pertama yang harus dilakukan ketika mau lanjut studi, apapun itu, adalah meluruskan dan menguatkan niat. Harus bisa pintar-pintar berhati-hati dengan hati. Jangan sampai tujuan kita sekolah lebih kepada hal-hal remeh-temeh dan kurang substansial. Bukan apa-apa, tapi sekolah bukanlah proses yang mudah, apalagi kalau harus dilakukan dengan merantau jauh ke negeri seberang. Punya motivasi yang benar, persiapan yang matang, serta menjalani prosesnya dengan sadar dan sabar jadi kunci pertama untuk menghadapi fase studi itu sendiri di kemudian hari.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s