PhD Application – The Hows

Seperti yang sudah aku ceritakan di tulisan sebelumnya, aku tidak banyak memasukkan aplikasi selama tahun 2019 karena aku mau mempersiapkan setiap aplikasi dengan serius. Untuk masing-masing aplikasi biasanya aku spare waktu 2 minggu untuk menyiapkan. Satu minggu untuk membaca semua yang harus kubaca, satu minggu berikutnya untuk customized motivation letter dan finalisasi dokumen-dokumen lainnya.

Aku mulai daftar-daftar itu bulan Februari 2019, dan panggilan interview pertamaku datang di bulan Agustus 2019. Panggilan interview ini datang justru dari lowongan yang tidak kutemukan sendiri. Pada suatu hari sebelumnya, ada temanku yang share lowongan ini di grup WhatsApp. Ini yang aku bilang, semakin banyak tangan yang bekerja insyaAllah hasilnya akan lebih maksimal. Kita gak pernah tau rezeki kita datang dari arah yang mana, jadi selama masih di jalan yang benar, coba semua!

Panggilan interview ini datang dari salah satu lowongan di Department Computer Science di salah satu universitas di Melbourne, Australia. Lowongan ini hadir dengan skema research grant. Ini lagi-lagi yang aku bilang, misal pun sudah memilih preferensi, tapi jangan juga jadi menutup pintu untuk kesempatan lain. Waktu itu aku berani daftar ke lowongan ini walaupun berasal dari departemen yang gak linear dengan bidang keahlianku karena research topik yang ditawarkan masih linear, yaitu terkait dengan pengembangan algoritma penyelesaian masalah untuk multi-objective combinatorial optimization problem. Sebagai lulusan TI, tentu tau kalau bidang keilmuanku ini memang bisa ke mana-mana, jadi gak ada salahnya juga.

Email panggilan interview yang pertama di tahun 2019

Later that I knew, it is better to have a doctoral study in the department of your core area. Jangan sampe pindah haluan kejauhan, karena PhD adalah tentang memahami sesuatu sampai ke akar-akarnya sampai ke inti-intinya. Kalau kulitnya aja gak tau sama sekali, atau kalau sudut pandangnya berbeda jauh, tentu akan jadi sulit untuk beradaptasi terutama di tahun-tahun pertama (walaupun tentu saja ini bukan suatu hal yang mustahil).

Panggilan interview itu datang untuk tanggal 21 Agustus. Pada saat yang bersamaan aku mendapatkan tawaran untuk mengurus pelaksanaan sebuah event yang dilaksanakan satu hari sebelum hari-H interview. Sungguh aku galau lumayan pada waktu itu karena aku sudah cukup involve dengan kegiatan tersebut dari awal, dan terlibat dalam event finalnya adalah kesempatan yang berharga. Setelah berdiskusi dengan suamiku dan mengevaluasi feasibility-nya, dengan mengucap Bismillah, aku ambil tawaran itu. Ini hanya event 1 hari, tapi aku harus standby selama satu minggu dan juga harus bekerja on the spot selama 2 hari.

Event tersebut berlangsung pada tanggal 20 Agustus. Aku stay di venue sejak tanggal 19-20 Agustus. Tetapi, aku minta kepada ketua panitia untuk extend stay sampai tanggal 21 Agustus. Aku pikir, acaranya pasti akan berlangsung sampai malam. Gak mungkin aku harus pulang dari ke rumahku di malam-malam untuk besoknya aku harus tetap fresh buat interview. Alhamdulillah diperbolehkan.

Aku ingat pagi itu suamiku (yang juga ikut stay di hotel selama pelaksanaan event) sudah berangkat ke kantor. Salah satu temanku, Mas Fean, juga masih stay di hotel karena pesawat dia untuk pulang ke rumahnya baru ada di sore hari tanggal 21 Agustus. Interview hari itu akan dilaksanakan pada pukul 8 pagi. Aku yang gak tenang mengetok kamar sebelah (kamar Mas Fean) untuk curhat dan minta ditenangkan. Karena ini interview pertamaku setelah sekian lama jadi aku takut sekali. Aku takut sekali aku mempermalukan diriku sendiri pada saat interview misalnya aku gak bisa jawab pertanyaan dan gagap seperti pengalaman interview-ku di tahun 2017. Waktu itu Mas Fean, yang juga lagi daftar-daftar untuk PostDoc, cuma bilang sesuatu yang harusnya aku udah tau, tapi kalau lagi panik jadi gak inget: “Santai aja. Rezeki udah ada yang ngatur. Kalau memang rezeki kamu mau gimana pun pasti dapet. Kalau gak dapet dan gak lancar yaudah ambil jadi pelajaran dan pengalaman”.

Wawancara yang katanya cuma 30 menit itu, akhirnya berlangsung selama 1.5 jam. Hampir aja aku ketinggalan jatah breakfast di hotel, haha! Calon supervisornya belum profesor, katanya ini akan jadi pengalaman pertama dia membimbing mahasiswa doktoral. Orangnya baik sekali. Kelihatan pada saat interview dia suka sama aku dan cocok dan mau aku kerja sama dia. Ada banyak hal-hal nonteknis dan teknis yang jadi didiskusikan pada saat interview terkait ‘nanti gimana kalau kamu udah mulai sekolah di sini’.

Setelah interview itu aku tau kalau aku sudah bisa dibilang ‘unofficially accepted’. Beliau mengatakan bahwa langkah selanjutnya adalah aku harus menyiapkan IELTS score dan research proposal sebagai salah satu syarat administrasi untuk registrasi formal. Waktu yang dikasih gak banyak, karena beliau bilang aku harus mulai sebelum akhir tahun 2019 karena research grant ini adalah dana dari anggaran tahun 2019. Dua minggu aku intensif menyiapkan ujian IELTS, dan Alhamdulillah aku dapat score yang cukup dan memuaskan.

Email dari calon supervisor waktu aku mengabarkan tentang hasil IELTS-ku

Setelah itu, aku mulai menyiapkan research proposal. Waktu itu, topik besar yang ditawarkan adalah terkait Multi-Objective Combinatorial Optimization Problem, dengan sub-area Travelling Thief Problem. Cerita tentang penulisan research proposal ini akan kutulis di artikel berikutnya karena proses inilah yang kemudian mengantarkan aku pada tempat yang sekarang. Karena itu mungkin akan jadi cerita yang juga panjang.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s