PhD Application – The Scheme

Sewaktu aku tanda tangan kontrak sejujurnya aku baru benar-benar sadar bahwa aku role utamaku adalah sebagai teaching assistant. Karena kontrak yang aku tanda tangan adalah kontrak TA, bukan kontrak doctoral student. Jadi bisa dibilang aku adalah pegawai yang disekolahkan. Aku mendapatkan gaji + benefit yang sesuai dengan former tenure-ku dan posisiku di Liège, aku juga mendapat benefit tuition waiver untuk studi doktoralku.

Seperti yang aku sebutkan di tulisan sebelumnya bahwa durasi studi di Liège lebih panjang dibanding di Melbourne, yaitu selama 6 tahun (!!!!). Iya, gak salah baca kok. Bener ENAM TAHUN. Normalnya, studi doktoral di Belgia adalah 3-4 tahun. Namun, karena aku part time (lho tadi katanya gak mau part-time?), maka durasi studinya diperpanjang. Kontrak sebagai TA akan diperbarui setiap dua tahun sekali, dan sebagai mahasiswa doktoral aku akan dievaluasi setiap tahunnya melalui sidang bersama thesis committee.

Iya, dengan aku mengambil posisi di sini aku jadi terikat pada dua kontrak. Kontrak sebagai student dan kontrak sebagai employee. Untuk mendaftar sebagai mahaisiswa aku harus melakukan registrasi terpisah di sistem akademik universitas. Prosesnya kurang lebih standar, mengisi form online, melengkapi dokumen akademik dan pengalaman kerja, juga menyiapkan research proposal. Bedanya dengan pendaftaran di Melbourne, karena role utamaku adalah sebagai TA, dan supervisor serta co-supervisor aku juga tau bahwa research direction tentu akan berubah ketika aku benar-benar mulai, maka penyusunan research proposal ini aku ‘dibantu’ oleh co-supervisor aku. Aku ‘hanya’ diminta menuliskan summary irisan research interests yang sudah kami bertiga diskusikan di saat interview yang kesekian (aku lupa tapi rasanya aku pernah ada online meeting membicarakan research topic).

Kalau boleh jujur, tentu saja aku deg-degan juga dengan durasi enam tahun ini. Enam tahun itu gak sebentar, lho. Walaupun seumur hidup aku sering pindah-pindah dan sudah pernah merantau juga, tapi di usia mendekati kepala tiga aku harus merantau lagi yang jauh untuk waktu yang cukup lama membuatku sedikit gentar. Will I survive? Apakah aku akan tahan dan punya endurance selama itu? Tapi, aku pikir mau berapa tahun juga bakal ada titik bosen dan terendahnya. Dan sebagai orang yang lambat dalam berpikir dan bekerja, aku beneran gak berani ambil kontrak yang 3 tahun. Selain itu, kalau Allah izinkan semuanya lancar, aku percaya aku akan belajar lebih dalam bukan hanya terkait riset tapi juga pengalaman lebih banyak terkait pedagogical activities di Liège ini.

Kalau ditanya, kenapa akhirnya kok mau ambil posisi ini padahal skemanya part-time? Bukannya sebelumnya aku bilang salah satu alasan aku drop offering dari Melbourne karena kurangnya funding sehingga aku harus part-time? Saat itu pertimbanganku adalah karena walaupun di Liège aku double job/kontrak, tapi skemanya sudah diatur sedemikian rupa sehingga bukan aku yang menyelip-nyelipkan pekerjaan di antara pekerjaan utamaku. Tetapi, memang tugasku sudah diatur proporsinya dari awal. Sehingga bisa dibilang pada dasarnya jam kerjaku masih normal 38 jam/pekan di mana porsi untuk kegiatan pengajaran dan riset sudah ditentukan sejak awal. Sedangkan untuk posisi di Melbourne, secara beban kerja aku sudah full-time dengan kegiatan riset doktoralku. Kalau aku harus bekerja lagi untuk uang tambahan, artinya aku menambah jam kerja harian/mingguanku. Aku tidak mau seperti itu.

Sebagai TA, tugas utamaku adalah membantu kegiatan pengajaran. Memberikan tutorial, asistensi untuk course project, menyiapkan course project, membuat soal ujian, mengoreksi ujian, mengawas ujian, dsb. Bukan hal baru bagiku sebenarnya, tapi tentu akan jadi pengalaman baru. Beda universitas beda sistem, apalagi beda negara. Proporsi beban kerjaku 60% research activities : 40% pedagogical activities. Walaupun sekarang kejadiannya not necessarily kayak gitu ya. First semester of academic year aku gak terlalu sibuk sama teaching activities karena profesorku hanya mengajar satu mata kuliah dan gak ada course project. Tapi, second semester itu aku assist 2 courses yang dua-duanya ada course projects dan tentu saja aku harus kasih tutorial. Jadi, ya sebenernya sebisa-bisanya ngatur waktu aja.

So far sih aku enjoy menjalani semuanya, walaupun ada beberapa pekan di second semester ini yang aku overwhelmed kok banyak banget kerjaan aku. Haha. Tapi, doing PhD sambil jadi TA itu enak juga karena aku punya kerjaan lain selain research aku. Di dua tahun pertama aku ada doctoral school, yang tentunya membuat dua tahun pertamaku super sibuk karena aku harus bagi tiga fokus: doctoral school, research, dan teaching activities. Tapi, dengan punya tiga kerjaan ini aku jadi punya variasi dan pengalihan. Ada masanya aku lagi stuck sama risetku (yang mana sering tentu saja, haha!), aku bisa pindah ngerjain yang lain tanpa ngerasa bersalah merasa tidak produktif karena research-ku gak banyak progress. Karena aku tetap produktif mengerjakan tanggung jawab yang lain (alasan!). I don’t know this is a good thing or not, dan semoga bukan sign procrastinating. Tapi, aku rasa bukankah itu ya intinya academia dan ilmu pengetahuan. To gain more understanding and to share, to pass it down to the next generation.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s