Ora et labora feat. Stoic

Tahun 2019 kemarin bisa dibilang salah satu titik balik kehidupanku. Selain aku mengambil keputusan yang kata orang-orang cukup dramatis (tapi kalo aku sendiri biasa saja, karena merasa natural sudah seharusnya), juga karena aku dihadapkan pada fakta yang mengubah pandanganku akan pengertian pada diri sendiri juga pada kehidupan. Intinya sejak saat itu hidup aku mengalir saja. hanya mengusahakan hal-hal yang bisa diusahakan, harus diusahakan, tanpa memaksakan. 

Terlebih kehidupan pandemi selama satu tahun terakhir ini juga penuh dengan ketidakpastian yang membuat diri ini semakin belajar bahwa: apa sih yang hebat dari rencana-rencana? semuanya toh pada akhirnya bukan di tangan kita. Terbaik yang bisa kita berikan adalah berusaha semaksimal mungkin sehingga besok-besok gak ada penyesalan karena kemarin gak ngasih yang optimal. Itu sudah. Tapi soal hasil? Bukan kita kan yang menentukan?

Ddemikian hidup membawaku menjadi pribadi yang kini gak terlalu berambisi. Kalau kata sahabatku, aku sekarang menganut sistem ora et labora feat. stoic.

Aku tetap berdoa dan berusaha sekencang-kencangnya untuk hal-hal yang memang sedang harus dikerjakan dan dilakukan. Tapi, aku cukup bisa legowo untuk menerima apapun hasil ke depannya. Bisa dibilang bahkan aku gak terlalu memusingkan nanti hasilnya gimana. Mungkin ini yang kata sahabatku yang mengatakan bahwa aku hidup dengan stoic. Yaudah yang penting apa yang bisa aku lakukan hari ini, aku harus usahakan sebaik-baiknya.

Mungkin juga perkara energi yang kini gak sebanyak dulu? Energi yang dulu mungkin dihabiskan untuk membuktikan ke orang-orang aku bisa ini-itu, aku orang yang begini-begitu. Kalau sekarang mungkin faktor eksternal yang men-drive aku untuk melakukan sesuatu adalah kebermanfaatan — dari diri sendiri untuk orang lain dan/atau dari hal-hal eksternal kepada perbaikan diri.

Dan balik lagi: yang paling aku takutkan saat ini lebih kepada aku takut menyesal karna gak mengusahakan hal-hal yang bisa aku usahakan dengan lebih baik lagi.

Aku juga masih belajar untuk let go dan memaafkan diri sendiri kalo lagi gak bisa berusaha maksimal, kalo lagi males berusaha, kalo lagi gak ada energinya, kalo lagi gak ada kesempatannya. Lambat-laun aku belajar memahami bahwa banyak hal-hal yang harus dilepaskan. Belajar mengerti bahwa terlalu memaksakan diri untuk selalu bekerja secara sempurna juga tidak ada gunanya karena apa sih itu sempurna? Bukan kita juga yang punya.

Termasuk pertanyaan-pertanyaan dalam kehidupan yang belum ada jawabannya. Mari dijalani saja. Pengalaman membuktikan, nanti juga ada titik cerahnya. Kalau pun gak ada, ya mungkin memang gak harus dipertanyakan dan dicari jawabannya.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s