Kalau ada satu hal yang aku sadari dari perjalanan studi doktoralku adalah, i’m burning slowly. Butuh waktu yang cukup lama untukku bisa on fire atau in the flow setiap awal minggu, bahkan mungkin setiap hari. Aku bisa menghabiskan waktu satu jam hanya untuk membalas email di pagi hari, karena otakku belum panas. Mungkin ini juga pengaruh skema studi doktoral yang merupakan sebuah pekerjaan di mana drive utamanya adalah self-motivation. Kita mengejar target yang kita pasang sendiri, kita bertanggung jawab sama progres kita sendiri.
Beberapa waktu lalu aku baca lagi bukunya Haruki Murakami yang berjudul What I Talk When I Talk About Running. Di buku itu aku nemu sebuah kalimat yang mengubah cara aku bekerja semester ini:

Selama ini caraku mengatur waktuku adalah dengan membagi pekerjaanku menjadi tugas-tugas kecil yang bisa dikerjakan per setengah hari, misal: tugas untuk Senin pagi, pekerjaan untuk Senin siang, dsb. Walaupun kenyataannya pasti molor, gak akan beneran selesai sesuai target. Tapi, paling gak setiap hari aku punya dua target kecil yang harus kuselesaikan sehingga aku bisa pulang ke rumah dengan tenang, dan besok paginya aku memulai dengan tugas kecil baru lainnya.
Tetapi, menurut Sensei Murakami di paragraf di atas, kita mesti berhenti bekerja di saat pekerjaan itu belum selesai. to keep the rhythm, cenah. supaya tetep produktif.
Selama dua minggu aku coba untuk bekerja dengan ritme seperti itu. Benar ternyata, aku jadi produktif. Tidak ada lagi menunda-nunda dan prokastinasi di pagi hari. Tiap pagi aku bisa langsung mulai kerja karena sudah tau harus mengerjakan apa, yaitu: melanjutkan pekerjaan yang belum selesai sisa kemarin sorenya. Tentu saja ini sebuah perubahaan yang baik!
Namun, downside-nya adalah: aku jadi restless. Sebagai orang yang selalu butuh closure atas banyak hal dalam hidup, tidak terkecuali dalam pekerjaan sehari-hari, aku merasa ketika aku punya pekerjaan yang belum selesai di sore hari, hal itu malah membuatku membawa pikiran saat pulang ke rumah. Di rumah, yang mana seharusnya aku beristirahat dan menghabiskan waktu secara berkualitas dengan suamiku, aku malah jadi memikirkan pekerjaanku yang belum selesai itu: gimana cara nge-solve coding yang error, tulisan apa yang mau aku tulis di draft artikelku, dll. Pikiran itu selalu muncul saat aku sedang mandi, makan malam, atau bahkan pas lagi nonton Youtube atau Netflix sebelum tidur.
Setelah sampai pada penyadaran itu akhirnya aku mulai cari lagi strategi yang pas. Aku mau tetap bisa langsung produktif dan cepet ‘panas’ ketika memulai kerja di pagi hari, tapi aku juga tetap ingin bisa santai di malam hari. Makin ke sini sudah mulai bisa ketemu ritme yang pas. Aku harus pintar-pintar let go segala pikiran dan pekerjaan yang menggantung ketika pulang ke rumah. Ku rasa, jalan kaki 30 menit dari kantor ke rumah cukup jadi waktu transisi yang cukup untukku pelan-pelan melepaskan segala beban pikiran di sore hari.
–
Semester ini aku juga merasa lebih produktif dan berprogres dibanding satu tahun pertama. Mungkin yang membuat aku merasa lebih produktif dan berprogres di semester ini karena aku udah mulai produce something. Aku mulai menulis, mulai merancang mathematical model, mulai coding the program into the solver. Tidak seperti tahun lalu, di saat kerjaanku ‘cuma’ baca, baca, dan baca. Pada saat itu, rasanya kayak gak ada yang bisa aku laporin ke supervisor-ku (atau bahkan ke diri sendiri). Walaupun banyak membaca itu adalah sebuah keniscayaan di tahun-tahun awal, karena kita sedang merumuskan masalah kita, membangun state of the art dari riset kita. Tetapi, ya rasanya kalau tidak terejawantahkan dalam bentuk tulisan atau apapun di atas kertas, kok rasanya seperti tidak mengerjakan apa-apa ya? Bedanya kalau sekarang, setiap minggu paling tidak aku bisa menambahkan satu constraint baru ke dalam model matematisku untuk dibahas bersama, atau aku bisa bilang kalo aku sudah mulai running data importation tapi gagal.
–
Beberapa minggu lalu, aku merasa cukup puas dengan diri sendiri, karena untuk pertama kalinya aku berhasil menyelesaikan tulisan (walau cuma 10 halaman), yang aku suka sama hasilnya. Tentu aku tau, bahwa apapun yang aku kerjakan atau tuliskan akan terus direvisi selama beberapa tahun ke depan, atau bahkan suatu hari nanti diputuskan untuk tidak dipakai. Who knows? Tetapi, izinkan aku untuk bersyukur dan merasa cukup dengan diri sendiri karena sudah bisa sampai ke tahapan ini.
Di titik ini aku sedang diingatkan lagi betapa aku sangat suka dengan yang sedang aku kerjakan. Bahkan bisa dibilang aku jatuh cinta! Tentu ada hari-hari penuh rasa frustasi dan putus asa, tetapi hari-hari tersebut pada akhirnya terkalahkan ketika aku bisa memecahkan permasalahan dan menyelesaikan satu milestone dalam risetku. Perasaan eureka yang mengalahkan segala rasa duka di hari-hari sebelumnya. Saat ini, aku masih sangat bersemangat untuk terus belajar dan mengasah kemampuanku untuk bisa menjadi researcher dan akademisi yang baik.
–
Satu hal yang aku mungkin bakal bilang kepada diriku atas segala proses di semester ini adalah:
makasih ya udah selalu ‘berangkat aja dulu’, ‘mulai aja dulu’, ‘tulis aja dulu’, ‘baca aja dulu’, dan tetap berusaha gak nyerah terus membiarkan diri terdistraksi dengan hal lain seperti sebelum-sebelumnya.