Sudah genap dua tahun aku menjalani studi doktoralku, dan empat tahun sebelumnya aku bergelut di dunia akademik sebagai tenaga kependidikan. Jika dihitung dengan durasi studi sarjana dan masterku, maka total hampir 13 tahun aku menekuni bidang keahlianku.
Tapi, sampai hari ini aku masih belum bisa benar-benar jawab dengan yakin dan tegas pertanyaan: ‘jadi bidang keilmuanmu apa?‘.
Kalau aku jawab Operations, maka tidak semua orang akan langsung paham. Bahkan akan dikaitkan dengan operasi di rumah sakit (walau memang studi kasusku di bidang kesehatan). Maka nanti akan muncul pertanyaan berikutnya: ‘Operations? Katanya kamu anak teknik? Kok ngurusin operasi?‘.
Siap. Gimana ya jelasinnya, kan jadi panjang.
Kadang aku juga akan menjawab Supply Chain Management. Rasanya cukup tepat karena fokus studi masterku adalah SCM, dan saat ini aku pun menjadi teaching assistant untuk mata kuliah SCM di kampusku. Namun aku takut kalau setelah itu aku akan diajak ngobrol akan berbagai isu SCM yang lagi hot saat ini, e.g. congestion di terusan Panama, yang jujur saja.. Aku gak ngikutin banget. Bahkan pertama kali aku tau tentang isu ini karena ada yang nanya: gimana pendapat Mbak tentang congestion di terusan Panama? Ehehe.. kecewa ga sama aku?
Atau ya, aku kok ga bisa jawab pertanyaan yang diajukan kolegaku dengan singkat dan mantap, yaitu “Jadi risetmu tuh tentang apa?“. Aku merasa aku punya rasa inferior yang cukup akut sehingga kalau aku jawab sejujurnya aku takut mereka merasa risetku sepele. Padahal ngerti ga ngerti, mereka bakal iya-iya aja ga sih mengapresiasi dan mendengarkan?
Kalau sama orang yang datang dari bidang yang sama, aku kadang takut diajak ngobrol lebih dalam tapi aku ga bisa nanggepin karena pengetahuanku cetek. Kalau ditanya sama orang di luar bidangku, aku takut harus menjelaskan panjang lebar dan buat apa, sepertinya ga menarik juga.
Padahal katanya aku harus passionate dengan topik risetku. I am feeling so indeed, tapi untuk mengerjakannya, bukan untuk menceritakannya ke orang lain. Maka kurasa kemarin aku berani mempresentasikan risetku di salah satu konferensi internasional terbesar di komunitasku adalah sebuah lompatan yang sangat tinggi dalam pengembangan diriku.
–
Terkait perasaan inferior ini, aku juga tidak suka menceritakan tentang pekerjaanku kepada orang lain. Aku sampai sekarang heran (in a positive way) dan kagum dengan orang-orang yang suka memposting pencapaian pekerjaannya di LinkedIn, karena aku ga bisa dan belum suka seperti itu (ah, kayak ada pencapaian aja yang bisa diceritain.. hehe!).
Atau aku juga follow akun-akun PhD students & PhD Life di media sosial, salah satunya adalah @PhDwithKatie di Instagram. Mbak Katie ini suka share tentang kehidupannya sehari-hari sebagai PhD student di Oxford. Ada satu postingan Mbak Katie ketika dia cerita tentang pengalaman pertamanya menghadiri dan presentasi di sebuah konferensi internasional, oh rasanya aku ingin berkata: hello, Mbak Katie.. Toss yuk! Aku pun merasakan hal yang sama!
–
Balik lagi soal wawasan, aku jadi ingat beberapa waktu lalu ada salah satu mahasiswa S1 yang meminta konsultasi denganku terkait dengan prosesnya mencari S2 di luar negeri. Anak ini ingin menekuni bidang Supply Chain Management juga ceritanya. Lalu pertanyaan pertama yang ia ajukan padaku saat sesi konsultasi adalah: Kak, kakak tau ga ya isu atau masalah SCM apa ya yang saat ini atau di masa depan yang bisa aku jadikan fokus studiku?
Jeder!
Seperti pengetahuanku mengenai congestion di Terusan Panama, aku pun ga tau ada isu apa yang berkembang di dunia. Secara umum, aku ga terlalu suka baca berita. Suamiku masih lumayan rajin buka portal berita, termasuk portal berita yang berhubungan dengan bidang pekerjaannya. Tapi, aku ga sama sekali.
Yang kubuka setiap hari ya media sosial saja, itu pun following-ku terbatas. Aku pun tidak mengikuti akun media sosial portal berita. Jadi ya informasi yang kuterima sehari-hari hanya berkisar kehidupan sehari-hari teman-temanku saja. Jadi kemarin itu akhirnya aku jawab saja isu yang kudengar saat sesi salah satu keynote speaker di konferensi terakhirku. Kebetulan topiknya tentang “Recent challenges in routing and transportation“.
Oh sungguh deh, aku merasa kudet sekali!
–
–
Aku merasa apa aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri dan tidak berusaha melihat dunia sehingga aku jadi seperti ini ya? Tetapi di satu sisi, dengan banyaknya informasi yang kukonsumsi di pekerjaanku, aku sudah ga punya mental space lagi untuk memproses informasi baru yang sepertinya ga terlalu relevan untuk pekerjaan dan kehidupan sehari-hariku.
Kadang-kadang juga titel mahasiswa doktoral ini jadi beban untukku. Karena sepertinya bagi orang awam, kalau mahasiswa doktoral itu harus pintar sekali. Padahal, kan kami masih mahasiswa juga ya? Jadi kami masih belajar juga sama seperti mahasiswa lainnya.
Namun, sepertinya yang aku pernah liat berseliweran di layarku, mungkin dua gambar di bawah bisa jadi excuse akan aku yang kudet ini?


Intinya ya menjadi mahasiswa doktoral seperti menjadi seorang spesialis, bukan generalis. Mungkin ini sejalan dengan pesan yang kuterima kemarin tentang proses studi doktoral.
Tapi, tentu saja ini tidak bisa jadi alasan untukku menjadi orang yang berwawasan ‘sempit’, bukan? Aku sering sekali bertemu dengan mahasiswa doktoral lain yang bisa menjawab dengan lugas dan percaya diri jika ditanya tentang topik-topik di bidang studinya. Tidak seperti aku. Haha.
Doakan aku bisa lebih baik ya dalam mengembangkan wawasan, termasuk juga tidak melulu inferior di kehidupan akademik maupun sehari-hari!
Sumber lainnya: