Bersepeda di Liège

Halo! Tiba-tiba sudah 2023 ya! Selamat tahun baru untuk kita semua!

Jujur saja ya, aku punya banyak drafts di laman WordPress-ku yang menanti untuk kuselesaikan. Huhu, cukup sebel sama diri sendiri akhir-akhir ini karena punya attention span yang sangat rendah. Susah sekali untuk konsentrasi yang lama untuk menyelesaikan sesuatu, termasuk menulis. Tapi, daripada basi dan menjadi tidak relevan, mari coba kuselesaikan satu persatu ya! Kali ini, aku mau cerita tentang salah satu hobiku dan suami, dan barangkali bisa jadi pilihan buat teman-teman yang mau ke Wallonia, wilayah berbahasa Perancis di Kerajaan Belgia.

Sebelum memulai, disclaimer dulu ya. Jadi aku dan suamiku itu hobi sekali bersepeda. Mungkin salah satu hal yang menyatukan kami berdua di awal kedekatan kami adalah kesukaan kami pada sepeda. Walaupun, secara spesifik ketertarikan kami akan bersepeda itu berbeda. Suamiku suka bersepeda jarak jauh, kayak atlet-atlet yang ikut Tour de France gitu. Makanya dia adalah pengguna road bike. Sedangkan aku memulai kesenangan aku pada sepeda sewaktu aku tinggal di Groningen, Belanda. Jadi buatku, bersepeda itu adalah sarana transportasi serta mode untuk refreshing sejenak dan bersantai di hari yang penat. Oleh karena itu, tipe sepeda yang aku gunakan adalah city bike.

Sselama usia pernikahan kami, kami mencoba mencari titik tengah untuk menyatukan perbedaan hobi kami ini. Biasanya suamiku akan bersepeda jarak jauh dari rumah ke satu titik. Kemudian aku menyusul naik mobil dengen membawa sepedaku, lalu kami bersepeda bersama di tempat tersebut berkeliling kota.

Pada masanya masih di Indonesia, bersepeda di CFD Jakarta. Suamiku bersepeda dari Bekasi ke Jakarta, lalu aku menyusul 😀

Dua tahun lalu kami pindah ke Belgia, aku punya keinginan untuk kembali bersepeda untuk pulang-pergi ke kampus. Seperti dulu saat aku masih di Belanda. Namun, kenyataan berkata lain. Di tempatku, Liège, ini sangat berbukit. Juga tidak ada fietspad atau jalur sepeda khusus yang ter-developed dengan baik layaknya di Belanda. Jadi kalau aku mau naik sepeda di dalam kota, kadang-kadang aku harus berbagi lajur bersama mode transportasi yang lain, seperti mobil atau bus. Jujur saja aku takut! Lalu, karena sepeda sepertinya bukan jadi habit orang-orang di sini, parkiran sepeda pun tidak banyak. Misalnya kalau di Belanda, di depan rumah atau gedung apartemen selalu ada parkiran sepeda. Nah, kebetulan di depan apartemenku atau di sekitarnya tidak ada parkiran sepeda. Sungguh tidak convenient bagiku yang kepinginnya bisa parkir di mana saja.

Pontang-panting geret sepeda di bukit-bukit Liège 😀

Akhirnya aku memutuskan tidak menjadikan sepeda sebagai mode transportasi utama untukku di sini. Walaupun begitu, aku dan suamiku tetap kepingin melanjutkan hobi kami bersepeda. Terutama suamiku yang sejak tiba di sini langsung kepingin cobain rute-rute sepeda di Eropa yang biasa dia tonton perlombaannya.

Dengan berbagai keterbatasan yang sudah kusebutkan di atas, akhirnya kami memilih untuk membeli road bike untuk suamiku dan folding bike (atau sepeda lipat) untukku. Alasanku menggunakan sepeda lipat karena awalnya kami tidak punya kendaraan pribadi. Jadi kalau aku harus menyusul suamiku yang lagi bersepedahan jauh, aku harus menggunakan bis atau kereta. Juga, karena kami harus menyimpan sepeda kami di dalam apartemen kami yang tidak terlalu besar, sepertinya punya dua sepeda full bike akan jadi sangat sesak, Supaya gratis dan praktis, sepeda lipat jadi pilihan.

Selama dua tahun ini, kami cukup sering bersepeda di sekitar Liège. Walaupun kotanya tidak dibuat untuk bersepeda sehari-hari, bukan berarti tidak ada jalur sepeda sama sekali. Di Belgia (atau mungkin hanya di Wallonia?), ada jalur namanya Ravel (The Réseau Autonome des Voies Lentes, atau Autonomous network of non-motorised paths). Kalau dari penjelasannya, Ravel ini adalah jalur khusus untuk bersepeda, berjalan kaki, hiking atau bahkan berkuda! Jalur ravel dibuat dalam bentuk jaringan tanpa putus yang tersambung di beberapa area di Wallonia.

Di sini aku mau cerita beberapa Ravel yang sudah pernah kami coba, di antaranya:

  1. Liège – Esneux / Liège – Tilff

Jalur ini termasuk yang paling sering kami lalui, karena ‘mudah’ dan pemandangannya bagus. Mudah karena jalurnya mostly flat, terutama untukku yang suka city cycling dan pakai sepeda lipat. Pemandangannya bagus karena sepanjang jalan kita menyusuri sungai L’Ourthe, salah satu anak sungai pecahan sungai Meuse.  Biasanya kami mulai dari dermaga di dalam kota Liège, kemudian terus saja mengikuti sungai.

Dermaga di Liège.

Di tengah-tengah perjalanan, akan ketemu daerah perkemahan yang biasanya di musim panas atau cuaca cerah akan banyak campervan atau mobil keluarga yang BBQ-an. Lanjut sedikit dari situ, kita akan sampai di Esneux, di mana akan banyak peternakan kuda. Kami suka istirahat di sini, duduk-duduk sambil makan snack lalu memandangi sungai yang banyak bebek-bebek atau kuda-kuda di peternakan.

Kalau belok sedikit dan diteruskan lagi, kita akan sampai di desa Tilff. Salah satu tempat yang populer akan jalur trekking dan wall-climbing-nya di Wallonia.

Jarak tempuhnya satu arah sekitar 15-17km. Biasanya kami tempuh dalam 1 jam, karena banyak berhentinya menikmati pemandangan dan foto-foto.

  • Liège – Visé

Jalur berikutnya yang pernah kami coba adalah jalur Liège – Visé. Visé ini adalah sebuah kota kecil yang berada di tengah-tengah Liège dan Maastricht (Belanda). Kami sering sekali ke Maastricht untuk berbelanja bahan-bahan Asia di Supermarket Amazing Oriental. Untuk ke Maastricht, kami biasa naik bis karena rute bisnya masuk ke dalam subsciption bis kami. Nah, saat naik bis itu kami blusukan lewat jalur-jalur pedesaan, bukan lewat tol. Di situ kami lihat kok sepertinya jalurnya asyik ya untuk bersepeda?

Lagi-lagi karena lewat pedesaan, jadi kami bisa punya banyak pemandangan. Akhirnya pada suatu hari kami coba bersepeda di Visé. Seperti biasa, suamiku bersepeda sendiri dari Liège, kemudian aku menyusul naik bis sambil bawa sepeda lipatku ke Visé. Di Visé kami sepedahan bareng, dan lagi-lagi sambil menyusuri sungai. Kali ini sungai yang kami telusuri adalah sungai Meuse. Sungai besar yang pada awal 2021 lalu meluap dan menyebabkan banjir bandang di Belgia, Belanda, dan Jerman.

Kalau bersepeda di Visé, maka kita akan melihat dam yang besar. Kadang-kadang kalau beruntung kita bisa melihat proses jembatan diangkat saat ada kapal yang mau lewat. Dari Visé biasanya kami lanjut bersepeda sampai Maastricht, kemudian dari Maastricht kami naik kereta/bis untuk kembali ke Liège. Jarak yang kami tempuh kurang lebih sama, sekitar 15km. tetapi kalau suamiku pasti lebih hehe, karena dia bersepeda juga dari Liège ke Visé. Barangkali untuk full route Liège – Visé – Maastricht sekitar 30 km. sama lah seperti Jakarta – Bekasi~ 😀

Sebenarnya ada beberapa jalur Ravel lain yang pernah dicoba oleh suamiku, seperti ke arah Soumagne atau Ans. Namun, kedua jalur tersebut adalah jalur berbukit yang menanjak jadi aku ga pernah ikutan.

Selanjutnya mungkin aku akan cerita tentang jalur hiking atau trekking di Liège atau sekitar Wallonie ya. Barangkali ada yang tertarik 😀

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s